Pelatihku

Walaupun aku berhubungan dengan Om Ferdy, latihanku tetap tidak dikurangi malah aku sering manambah porsi latihan di rumahnya. Seperti malam itu aku manambah porsi latihanku di rumah kontrakan Om Ferdy yang memang tinggal sendirian. Setelah aku selesai berlatih kami duduk santai di ruangan tengah. Aku menyandarkan kepalaku pada dada Om Ferdy yang bidang itu.
“Om mungkin aku tidak ikut kejuaraan,” kataku membuka pembicaraan.
“Kenapa?” tanyanya.
“Aku tidak enak badan Om,” jawabku.
Memang akhir-akhir ini aku tidak enak badan. Mungkin karena di samping aku harus berlatih kerasaku juga harus melayani kebuasan pelatihku itu. Apa lagi akhir-akhir ini Om Ferdy selalu minta jatah lebih. Yang asalnya 3 kali sehari, kini menjadi 5 kali sehari. Memang aku akui Om Ferdy memang laki-laki yang sangat jantan dan perkasa. Jadi bukan cuma tubuhnya saja yang bikin birahiku naik, tapi permainannya yang oke selalu membuat aku jadi ketagihan. Entah dia pakaiobat kuat atau tidak aku kurang tahu. Padahal 2 hari lagi aku harus ikut kompetisi.
“Aldy kamu harus ikut kompetisi ini sayang!” katanya sambil membelai rambutku.
“Aku tidak enak badan Om,” bantahku manja.
“Aldy asal tahu saja ya, hanya kamu satu-satunya harapan Om pada kompetisi kali ini.”
“Kan masih banyak yang lainnya Om? ada Hasan, Heru, Agus dan Rudy,” kataku lagi.
“Kamu betul Al, tapi Hasan dan Heru kan cedera sedangkan Agus dan Rudy masih payah. Lagian teknik keduanya tidak sebagus kamu lho.”
“Jangan terlalu memuji nanti tidak aku kasih jatah lho,” ancamku main-main.
“Oh ya, kalau Om maksa bagaimana?”
“Ya tidak mau.”
“Kalau maksa terus.”
Itulah kata-kata terakhirnya. Karena sejurus kemudian tangannya yang kekar dan berotot itu membelai rambutku dengan sangat mesra. Lalu tangannya yang banyak ditumbuhi lebat itu mengelu-elus keningku, lalu ciuman hangat mendarat di keningku, “Oh nikmatnya kecupan Om Ferdy ini,” pikirku kala itu, apalagi waktu kumisnya yang tipis itu sedikit menusuk kulitku yang lembut itu, “I love you,” bisikku. Tanpa mengiraukan kata-kataku lagi Om Ferdy langsung mengecup bibirku dengan mendatangkan nikmat tiada tara. Bibir kami pun saling beradu, saling memberidan menerima serta saling mengulum lidah. Oh, hangat sekali aku rasa tatkala ludahnya yang bercampur ludahku itu kutelan. Sedangkan tangannya sibuk membuka resliting celana pendekku.
![]() |
www.Prialovepria.blogspot.com |
Apalagi waktu ludahnya yang hangat itu membanjiri puting susuku, oh.. nikmat sekali. Kemudian Om Ferdy menelusuri lekuk-lekuk tubuhku mulai pusar, perut hingga paha, tidak sedikitpun terlewat olehnya. Sampai dia berada tepat di dzakarku yang mulai menegang sejak tadi. Tapi diatidak langsung mengulum kemaluanku yang sudah banyak mengeluarakan banyak perscum, tapi dia hanya memainkan buah dzakarku saja. Dielus-elusnya buah dzakarku itu, lalu dengan manja sekali dia menarik-narik rambut dzakarku. Kemudian dengan kedua tangannya dia menggenggam benda yang ada di sekitar dzakarku itu. Mendapat perlakuan super dahsyat itu, aku menggelinjang tak karuan, aku menggelinjang sekuat tenaga, sampai spreinya sudah tidak karuan bentuknya. “Oh.. kulum Om! aku tidak tahan nih!” rengekku. Tapi dia tak menghiraukan rengekanku, padahal aku sudah betul-betul tidak kuat, malah dengan enjoinya dia menggosok-gosok benda di sekitar dzakarku dengan kedua tangannya, karuan saja aku tambah blingsatan dan prescumku tambah banyak keluar. Karena aku sudah tidak kuat lagi maka akupun melingkarkan kakiku di pinggangnya dengan sangat rapat sekali. Dan diapun agaknya mengerti maksudku, lalu dia membalikkan tubuhnya dengankaki di atas dan kepala di bawah. Dan kami pun melakukan gaya “69″. Aku masukkan semua dzakarku yang agak besar dan panjang itu ke mulut Om Ferdy mulai ujung sampai pangkal tanpa tersisa. Demikian pula Om Ferdy, dia memasukkan dzakarnya yang besar itu mulai ujung sampai pangkal.
Seperti biasa kalau pertama hubungan aku merasa tersedak dengan zakarnya Om Ferdy yang besar itu, tapi aku tahu akhirnya ini semua mendatangkan kenikmatan yang tiada tara. Setelah kamiagak lama saling mengulum, saling memberi dan saling menerima maka, “Crott.. crott.. crott..” Kami keluar hampir bersamaan. Lalu kami menelan sperma yang lain. Setelah itu tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua. Karena kami tahu hanya bahasa hatilah yang mampu mengungkapkan kebahagian dan kenikmatan yang baru saja kami rasakan. Hanya keringat yang bercucuran dan desah nafas kami yang menjadi saksi bisu cinta kami berdua di malam itu.
Akhirnya dengan saran dan nasehat Om Ferdy yang menggebu-gebu dan tak kenal lelah, aku pun ikut kompetsi tahun itu, dan hasilnya diluar dugaan kami semua, karena akun akhirnya lomba senam tahun ini. Aku sungguh sangat bahagia sekali, sampai aku meneteskan air mata. Karena di antara teman-temanku yang berlaga dalam lomba itu hanya aku yang menjadi kampium. Semua anggotatim pun menyambutnya dengan sangat gembira. Dan untuk menyambut kemenanganku ini clubku mengadakan acara tasyakuran. Setelah acara tasyakuran selesai aku dan Om Ferdy melanjutkan pesta di hotel berbintang. Tak sedikitpun sempat terlintas dalam benakku, kemungkinan Om Ferdy akan meninggalkanku jika kontraknya dengan clubku berakhir. Hal ini dikarenakan Om Ferdy sudah berjanji sehidup semati seia sekata. Pernah satu kali kegamangan tiba-tiba menggoyang hatiku, tapi segera aku tepis mengingat perhatian Om Ferdy yang sanagt tulus dan ikhlas. Kurasakan kira-kira 5 tahun kebahagiaan menyelimuti hidupku. Tapi kini tiba-tiba saja keadaan telah merenggut habis kebahagiaanku, menghempaskanku hingga berkeping-keping, tak secuilpun tersisamasa-masa indah dulu yang kulewati dengan Om Ferdy. Semua suram, semua buram seperti kaca jendela bekas rumah kontrakan Om Ferdy yang hampir satu bulan lupa untuk dibersihkan. Om Ferdy yang menjadi tumpuan harapan-harapan dan mimpi-mimpiku kini telah pergi. Dan yang lebih menyakitkan hatiku, kepergian Om Ferdy untuk kembali ke kampung halamannya (di provinsi “L”)tidak dikatakan terus terang padaku. Sehingga paling tidak aku bisa mempersiapkan segalanya baik kebutuhannya di jalan atau mempersiapkan perasaan yang akan segera ditinggal pergi ini.
Saat pergi dulu Om Ferdy hanya mengatakan hanya pergi ke kota “T” karena ada urusan pekerjaan. Tapi setelah hampir 3 minggu tidak ada kabar tentang Om Ferdy. Aku mencoba untuk tanya pada pimpinan club. Bagai petir yang menyambar pucuk kelapa, begitu juga perasaanku kala itu. Akhirnya kuketahui kalau Om Ferdy telah pulang ke kampung halamannya. Selama beberapa minggu aku menangis memaki nasibku yang tidak berpihak lagi padaku. Om Ferdy, Om Ferdy teganya kamumeninggalkan diriku terpuruk seorang diri, jatuh terkapar seperti helai-helai daun kelapa yang terpaksa runtuh ke bumi tak berdaya. Malam semakin kelam, kelelawar sesekali lewat di depan kaca jendela rumah kontrak Om Ferdy dulu. Kota “L”, kota dimana aku dilahirkan telah menjadi bayangan hitam tertutup oleh awan. Dan tanpa aku sadari aku meringkuk di kamar yang biasa kami pakai untuk bercinta dulu. Di kamar ini aku mengalirkan air mata seperti hari-hari sebelumnya. Dadaku turun naik oleh kenangan manis bersama Om Ferdy. Lama aku meringkuk dalam kebekuan yang mengharu. Tapi tiba-tiba saja sebuah kekuatan telah membangkitkan aku, “Aku harus bangkitkembali. HARUS!” pikirku. Kepergian Om Ferdy tidak boleh menghancurkan masa depanku. Aku masih muda dan masih punya secercah masa depan yang cerah. Besok aku akan meniggalkan kota “L” untuk menghilanghkan kenangan kelam bersama Om Ferdy. Dan aku harus melanjutkan kuliah yang terbengkalai gara-gara cinta butaku pada Om Ferdy.
Om Ferdy, mudah-mudahan kamu membaca kisah cinta kita berdua ini. Dan aku selalu berdoa mudah-mudahn kau bahagia di sana, di sisi orang-orang yang mencintai dan dicintai. Dan harapanku, adakah para pembaca yang budiman mau menggantikan posisi Om Ferdy. Kalau ada salah satu daripembaca yang serius bisa pembaca hubungi e-mailku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar