Cinta Kasih Sesama: awalnya

awalnya

Cerita ini berawal dari sebuah tugas kantor di daerah puncak, trawas. Pengawasan proyek sebuah villa. Sekitar dua bulan lalu. Sebuah peristiwa yang merubah seluruh kisah hidupku, sebuah peristiwa yang aku pikir sebuah tragedy yang benar-benar memalukan, hina, dan sangat hina.
*
Perkenalkan namaku setya Jaya Negara, seorang arsitek muda, yang energik penuh percaya diri. Ya itulah kata-kata yang sering aku dengar dari teman-teman sekantor. Usiaku 24 tahun, dengan tinggi 170cm, berat 70kg, berambut hitam agak ikal, berkulit cokelat terang, Jawa asli.
Aku bersyukur dilahirkan dengan kondisi seperti ini. Walau hanya memiliki tinggi 170cm, aku cukup puas, karena aku memiliki wajah yah boleh dibilang menyenangkan jika terus dipandang walau tidak terlalu ganteng. Aku memiliki tubuh proporsional walau tidak terlalu atletis, tapi mantan-mantan pacarku bilang aku ini termasuk cowok yang seksi.
Sengaja aku mendeskripsikan tentang diriku dengan detail, bukan mau menyombongkan diri atau apapunlah yang sejenis, tapi itulah tujuanku menulis seperti ini agar kalian (pembaca) dapat menggambarkan sosok diriku dalam dunia khayal, yang sengaja kalian bangun dengan membaca cerita ini.
**
Senin, 14 juni 2008
Aku berangkat dari Surabaya jam 06.30 pagi, menuju Trawas, Mojokerto. Sengaja pagi itu berangkat lebih awal karena harus membereskan file-file ku di kantor terlebih dahulu untuk dibawa ke tempat kerjaku yang baru. Setelah dirasa semua beres, aku bertolak dari kantorku menuju lokasi proyek di Trawas. Perjalanan dari Surabaya –Trawas hanya butuh 1 jam dengan jalur Surabaya-Krian –Mojosari-Trawas. Perjalanan yang singkat.
Ini adalah kali pertama aku tugas luar kota, sebuah tugas yang sangat menyenangkan. Bukan hanya tugas menurut ku tetapi juga sebuah liburan yang panjang, ya!! Aku rencananya tugas selama 2 bulan, sampai proyek villa itu sudah benar-benar selesai.
Disini aku tinggal di rumah kontrakan di sekitar kampung. Tempatnya tidak terlalu jauh dari proyek sehingga hanya butuh jalan kaki untuk menjangkaunya.
Sabtu,19 Juni 2008
Sudah hampir satu minggu aku berada di kota yang dingin ini. Aku tidak menemukan sesuatu yang membuat aku lebih betah tinggal disini, tapi harus gimana lagi ini sudah menjadi tanggung jawabku, aku harus professional dalam menjalankan tugas. Proyekku libur ketika hari minggu dan biasanya semua kuli dan tukangnya menghabiskan waktu libur dengan pulang kampung bagi mereka yang memiliki keluarga di kota asal mereka, tapi bagi mereka yang masih belum berkeluarga menghabiskannya dengan di salah satu sudut kota yang begitu ramai jika sabtu malam, bukan hanya warga sekitar yang datang tetapi layaknya kota tujuan wisata lainya. Orang-orang berdatangan dari Kota-kota disekitar wilayah tersebut, terutama orang-orang Surabaya.
Kesempatan ini pun tak luput dari perhatianku, aku ikut nimbrung bareng temen-temen baruku, selama seminggu aku tinggal disini aku mendapatkan teman-teman baru yang tak pernah aku dapatkan ketika aku hidup di Surabaya. Mereka “Kuli-kuli muda” penuh semangat, para pekerja keras, tak pernah berkeluh kesah walau bekerja begitu berat, aku sendiri tak akan pernah merasa sanggup untuk melakukan pekerjaan yang satu ini. Dari wajah mereka terpancar semangat tuk meraih taraf kehidupan yang lebih baik, harapan dan asa menjadi motifasi terbesar mereka untuk meraih kesuksesan kelak ketika mereka mengarungi bahtera rumah tangga, tanpa harus bekerja seperti ini sudah dapat mencukupi kebutuhan orang-orang yang mereka cintai.
Aku sungguh kagum ketika mendengar filosofi kehidupan mereka, begitu penuh keyakinan, penuh semangat yang sangat besar. Tak peduli yang mereka lakukan saat ini begitu rendah dipandang oleh orang-orang. Bagi mereka, asal masa depan mereka jauh bisa lebih cerah dari saat ini. Berbeda dengan kondisi pemuda-pemuda seusia mereka yang lebih beruntung nasib dan jalan hidupnya, begitu bangga mereka dengan keadaan mereka, walau sejatinya yang mereka banggakan adalah hasil keringat dari kerja keras orang tua mereka. Bukan atas kerja keras mereka sendiri tanpa disadari oleh mereka bahwa semua itu tak akan menjamin keberhasilan dalam kehidupan yang akan mereka jalani kelak.
Deden, Toni, Dayat, Parman dan Gino adalah para pemuda tangguh penuh percaya diri, Deden, tono dan Dayat adalah teman sekampung, mereka berasal dari Kediri. Sedangkan Parman pemuda yang menurut ku lebih memiliki semangat yang tinggi dan mempunyai kebiasaan kerja keras. Dia berasal dari Madura sebuah daerah yang memiliki sekian ribu potensi tetapi tak pernah ada yang mengoptimalkan, jangan mengoptimalkan menyentuhnya pun jarang orang yang mau. Sehingga para pemudanya pun berbondong-bondong memenuhi daerah yang memiliki peluang usaha. Sedangakan Gino pemuda satu ini memiliki keistimewaan tersendiri. Ia termasuk pemuda yang sangat berbakti kepada orang tua, terbukti setiap bulan dia selalu mengirim sejumlah uang hasil kerja keras dia. Aku tahu karena dia begitu dekat dengan aku. Meskipun menurutku itu bukan jumlah nominal yang besar, tapi ia yakin dengan uang itu Orang tuanya akan lebih merasakn hidup lebih baik ketimbang sebelum ia kerja dulu. Ia berasal dari Pasuruan, lulusan SMA tapi nasib masih belum menghampiri dia, sehingga ia harus kerja seperti ini.
Mereka semua adalah orang-orang terdekat aku ketika aku bertugas di Trawas. Tak jarang mereka aku undang ke kontrakan ku untuk sekedar makan malam bareng di warung sebelah kontrakan selanjutnya mereka tidur di kontrakan juga. Ya selama seminggu ini aku hidup bareng bersama “kuli-kuli” yang memiliki semangat hidup yang luar biasa.
Malam minggu ini aku nongkrong di sebuah café remang-remang yang berada di daerah Pacet. Memang jarak antara kontrakan dan proyek lumayan jauh, tapi aku bela-belain untuk pergi. Karena malam minggu adalah waktu yang pas untuk sejenak menenangkan jiwa dan raga selama seminggu penuh aku bekerja. Tentunya aku tak sendiri malam minggu ini, aku bersama Deden, Toni, Dayat, Parman dan Gino. Kami hanya makan-makan dan sesekali kami hanyut dalam gurauan-gurauan kami. Layaknya kumpulan pria normal pada umumnya kami juga membahas tentang wanita, curhatan dari Parman yang pernah memiliki pacar di kampungnya saat masih duduk di bangku SMP. Atau Deden yang saat ini masih memiliki pacar tapi ia tinggal di kampungnya, ia bertemu ketika sedang pulang kampung. Lain lagi dengan Dayat ia harus merasakan sakitnya patah hati karena ditinggal pacarnya menikah dengan orang lain karena dijodohkan. Sedangkan Toni dan Gino mereka belum memiliki pacar sebelumnya. Padahal menrutku Gino adalah sosok pemuda yang lumayan tampan dan berbadan tegap bertubuh kekar, tapi ia sangat pemalu, mungkin karena itu dia tidak pernah pacaran. Sedangkan Toni walau berwajah pas-pasan tetapi ia memilki tubuh yang bagus, tinggi dan tegap. Ia juga memiliki kulit yang bersih berwarna cokelat terang hampir sama seperti kulitku. Menurutku ia pandai merawat diri meskipun bekerja sebagai pekerja kasar. Sebenarnya ia pernah suka dengan seorang perempuan teman sekolahnya waktu SMP. Tapi saat itu ia menganggap bahwa antara perempuan dan laki-laki tidak boleh ada hubungan khusus sebelum mereka menginjak dewasa. Atas nasehat yag diberikan oleh oaring tua nya lah ia mencoba untuk menghilanhkan perasaan nya.
Akupun mulai terbawa suasana, sehingga aku juga menceritakan apa yng aku alami beberapa bulan lalu dengan pacarku, tetapi maaf tidak aku ceritakan disini karena beberapa sebab.
Tidak hanya bercerita masa lalu sesekali kami juga mengomentari pasangan disekitar kami. Beginilah yang kami lakukan untuk menghabiskan sebuah malam minggu yang memberikan sensasi beda dari biasanya.
Malam semakin larut, tetapi suasana justru semakin tambah semarak diikuti arak-arakan sepeda motor dengan suara klakson yang gemuruh, menambah meriah suasana malam minggu di puncak. Untung sekarang bulan Juni sehingga kami tak perlu takut untuk keguyur hujan, di bulan ini juga suasana disekitar sini jadi lebih indah dengan gemerlapan bintang-bintang dan lampu-lampu kota dibawah kami. Oh begitu indah suasana malam ini.
Minggu, 20 Juni 2008
Pagi ini, sekitar pukul 02.00 pagi aku terbangun dari tidurku karena tenggorokan ini terasa kering. Aku beranjak dari tempat tidurku, aku melihat Gino yang sedang asyik memeluk guling dan terbuai oleh lamunan mimpi. Malam ini mereka tidur di tempatku, kasian aku melihat mereka harus tidur di camp proyek yang hanya terbuat dari bilik triplek. Kebetetulan kontrakanku memiliki 3 kamar dan hanya satu kamar yang aku gunakan selainya tentu saja kosong. Aku tidur bareng Gino, sedangkanDayat dan Deden tidur dikamar sebelah. Toni dan Parman tidur di kamar belakang dekat dapur mereka sendiri yang memaksa untuk tidur di sana padahal tempatnya sempit. Aku membuka pintu kamar pelan-pelan takut mengganggu tidur pilas Gino temen baruku, Ternyata Gino masih terlelap juga, aku melihat wajahnya yang begitu menarik untuk dilihat, oh... diam-diam aku simpatik pada Gino Pemuda yang sejak pertama kali aku dekat sama dia aku sudah merasakan sesuatu yang berbeda, aku merasa nyaman ketika aku ngobrol sama dia, atau aku penuh antusias ketika ia bercerita tentang dirinya, kasih sayang orang tua yang mereka berikan kepadanya, sampai jumlah nominal yang ia berikan kepada orang tuanya. Oh my God!!! apakah aku mulai menyukai Gino teman "kuli" sekamarku. Tapi Gino adalah seorang cowok.
Aku tersadar dari lamunanku, segera aku membuang jauh-jauh pikiran aneh seperti itu. Tak dapat aku bayangkan jika benar-benar menyukai Gino. Aku teringat bahwa tenggorokan ini harus terisi air, segera aku melangkah menuju dapur.
Ah.....ah.......aaaaahh, cok.......sedaaaap.....ah..ah..ahhhhhh. .....ahhh...cok..jancok...pelan-pelaaaaa. cok........keri(geli) aku...........aaaaaah..!!!
Langkahku terhenti ketika aku mendengar suara-suara aneh, suara yang biasanya aku dengar ketika SMA dulu aku melihat video bokep milik temanku. Aku terkejut mendengar suara lenguhan, desahan dan teriakan keenakan. Aku kenal benar suara ini ini adalah suara Parman, ya benar ini adalah suara parman.
"Apakah Parman membawa seorang "lonte" ke kontrakan ku".
"Tapi kapan dia membawanya kesini?, setahuku kami langsung tidur setelah sampai rumah". Pikirrku dalam hati.
Ah. Dasar "kuli" sesuci apapun mereka tetap saja mereka manusia biasa yang butuh kehangatan seorang wanita. Semakin lama aku dengarkan, semakin gila permainan mereka. Parman yang aku kenal sorang yang memiliki prinsip hidup kuat dan seorang pekerja keras ternyata luluh juga dengan wanita yang memiliki strata hidup paling "rendah".
Dasar Parman, pemuda asal Madura itu memang ya, bagiku lumayan lah. Memiliki tinggi sekitar 175cm, dan tubuh yang tidak terlalu kekar tapi juga tidak terlalu kurus, kalau boleh di bilang ya atletis tapi tidak yang terlalu berotot. Wajahnya pun tidak terlalu jelek, tapi sedikit terlihat agak menyeramkan.
Aku pun teringat dengan Toni yang kemarin malam tidur sekamar dengan Parman. Ah.. mungkin dia pindah kamar atau ikut merasakan kenikmatan tapi tidak aku dengar suaranya didalam.
Setelah meneguk beberapa gelas air, aku langsung bergegas menuju kamar. Ditengah perjalanan aku teringat dengan Toni. Aku langsung menuju kamar yang di pakai oleh Dayat dan Dadang, ku buka pintu pelan-pelan takut mengganggu tidur nyeyak mereka. Dan aku agak terkejut ternyata Toni tidak ada dikamar ini,
"Oh shit, ternyata mereka main bertiga". Umpatku dalam hati.
Aku tak langsung pergi meninggalkan kamar ini, setelah aku tahu bahwa Toni tidak disini. Aku memperhatikan Deden yang tidur pulas hanya menggunakan celana pendek kusam dan kulihat tonjolan didalam celananya begitu jelas tercetak. Dan Deden malah hanya menggunakan cd. Mereka begitu terlelap hingga tak tahu bahwa aku memperhatikan mereka, mungkin mereka jarang tidur di tempat yang nyaman dan hangat seperti ini karena biasanya mereka tidur hanya beralaskan karpet usang dan pasti terasa dingin.
Oh.. Tuhan mengapa aku begitu suka melihat mereka dengan keadaan seperti ini. Apakah aku seorang gay??. Begitu tersadar aku langsung memalingkan wajahku lalu bergegas pergi keluar kamar. Begitu keluar kamar aku terkejut dengan sosok yang berdiri di depan pintu, ternyata Parman sedang mengawasi ku sedang asyik memandangi teman-temannya. Dan yang bikin aku jadi tambah grogi adalah Parman berdiri tanpa pakaian alias dia sedang bugil.
"Eh.. kamu man ada apa koq pagi-pagi gini dah bangun?." Tanyaku dengan sedikit nada tegas berusaha untk menyembunyikan perasaanku.
"Oh.. gak ada apa-apa koq cuma mau liat temen-temen aja."
"koq pake bugil sih gak risih apa?." Semakin kesini aku semakin gemetar, sampai sulit aku untuk mengucapkan kata-kata.
Aku mulai curiga dengan dia, pasalnya nada bicara dan pandanganya dibuat-buat seakan dia mengoda ku.
"man, sini kamu belum selesai nih, nanggung mau keluar, situ main kabur aja." Suara toni muncul dari arah kamar mandi. Mungkin dia tidak tahu kalau Parman sedang berbicara denganku.
Seakan memberi isyarat kepada Toni, Parman mengedipkan mata kananya dan sedikit mengangguk kearah ku. Saat ini aku merasa aku akan di perkosa oleh dua kuli bawahanku. Benar juga dugaanku, Toni pun berjalan kemari.
"Eh... mas Setya, maaf ya mas rumahnya saya buat untuk ngentot berdua, habis tempatnya enak anget empuk lagi." Jawab Toni begitu sampai didepan kamar.
Kata-kata itu benar-benar mengagetkan ku, seakan jantung ini berhenti berdetak. "Ternyata kalain pasangan homo, pantas aku lihat kalian sering berdua. Jadi kalian tadi bukan main sama lonte, melainkan hanya kalian berdua." Tiba-tiba kata-kata itu muncul saja dari mulutku karena aku merasa terdesak saat ini.
"oh..ternyata mas Setya tadi tahu toh kalau kami sedang ngentot berdua."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Cinta Kasih Sesama Urang-kurai